Tak Berjudul [Don't read this, or else you eyes will be burnt, and your brain will be exploded]


Ok, jadi postingan ini terbentuk akibat suatu rangsangan dari lembar-lembar jawab UTS aku yang rasanya, tiap 'kelihat' sama aku, pengen aku bakar. Atau, aku rendem di air, lalu aku masukin ke blender dan aku blend. Kenapa? Sepertinya kata tanya kenapa akan menjadi kata tanya paling retoris yang pernah aku denger saat ini.



Jadi, kayaknya nggak perlu aku jawab kata tanya itu. Persetan dengan kata tanya 'kenapa'.

Ok, baiklah, jadi posisi aku sekarang lagi duduk di kursi teras. Nungguin salah satu dari dua orang paling berpengaruh di hidup aku untuk pulang. Antara ibu, atau bapak aku. *hela napas*

Intinya, rumah aku masih terkunci and I can't do anything about it, lah.

Baiklah, aku jelasin dulu kenapa aku bikin tulisan ini selain karena bosan. Ya, sudah pasti karena lembar jawab UTS aku. Kenapa emangnya? Ah, persetan dengan kenapa.

Aku kecewa sekali~ Aku berasa kesambet sesuatu gitu pas UTS. Yang ngebikin aku males ngapa-ngapain. Males belajar, males les, males berangkat sekolah, males menghapal. Selain itu, aku agak ilfil sama UTS. Kenapa? Ah, persetan dengan kenapa.
Jadi gini, dulu waktu SMP, tiap aku dapet nilai bagus pas UTS dan aku bilang ibu aku, komentar pertama dari ibu aku itu gini, "Halah cuma UTS."
Kesannya, ngremehin UTS banget. Dan dari situ mindset aku terbentuk.

Bahwa UTS itu nggak penting.

Nggak perlu nilai bagus-bagus. Ini true story, bung. Aku nggak bohong.

Jadi, beginilah hasilnya. Aku tahu kesalahan aku, kok. Cuma aku goblok aja baru ngeh sekarang. Jadilah penyesalan. Penyesalan emang datengnya akhir. Kalo awal, itu namanya bukan menyesal. Tapi menyadari. Sehingga kita bakal berhenti melakukan sesuatu yang ngebuat kita menyesal nantinya, karena kita menyadari.

Selama ini, tiap aku dapet nilai bagus, nggak pernah gitu dapet pujian yang luar biasa dari ibu atau bapak aku. Mereka pasti bilang, "Halah, palingan temen-temenmu yang lain dapet 100." Yaampun. Tapi itu cukup memotivasi aku sih, buat dapet 100. Tapi, itu dulu, kawan. Pas aku SD. Sekarang, bukannya kemotivasi, tapi malah jadi males.

Aku ngerti kalo postingan ini agak absurd. Atau memang absurd. Otak aku lagi nggak konsen(?) Entahlah, karena apa. Karena nilai, menyesal, pintu, capek habis sit-up sama push-up pas olahraga, atau karena perasaan aneh yang membuat aku berasa jadi pelarian doang. Yah, nggak papa sih jadi pelarian. Daripada jadi pelari? Aku nggak suka berlari. Ah, nggak taulah. Persetan dengan lari. Oke, di titik ini, keabsurd an tulisan aku memang udah mendekati maksimal.

Aku bingung. Kenapa hidup manusia itu ribet banget. Banyak tuntutan. Misalnya, nih, aku, sebagai seorang pelajar, harus dapet nilai bagus. Selain biar banggain orang tua, gampang masuk sekolah selanjutnya, gampang nganjutin 'hidup' di sekolah, masalah prestise, dan lain sebagainya. Yang lebih kita biasa pikirin itu, 'pandangan orang lain tentang kita'. Kalo kita dapet nilai bagus, pandangan orang tentang kita pasti woaw banget, kan. Dan itu menjadi suatu kepuasan tersendiri. Kepuasan sekaligus beban. Beban untuk mempertahankannya~

Kenapa, gitu, hidup kita nggak kayak pohon rambutan depan rumah aku. Umurnya bahkan lebih tua dari aku, dan selama ini dia fine-fine aja. Dia berbuah enak, trus dapet pujian. Padahal dia ngehasilin buah juga bukan karena hasil jerih payah dia. Emang begitu jalan hidupnya. Bukan karena usaha menggebu-gebu, tapi, emang takdir dia bisa berbuah. Tapi kalo manusia gimana? Dia harus berusaha biar menghasilkan buah yang manis. Berusaha biar nilainya bagus, misalnya. Kalo dia nggak berusaha, bisa aja dia nggak berbuah. Mbolos pas test trus nggak ikut susulan dan akhirnya nggak dapet nilai, misalnya. Tapi kalo pohon? Dia diem aja, air bakal dateng, CO2 juga berlimpah, trus dia nggak usaha aja secara otomatis dia bakal ngehasilin buah. Ah, enaknya jadi pohon. Walaupun terlalu monoton tapi sungguh nggak ada beban.

Sedih aku meratapi nilai test aku yang terjun bebas, sementara orang lain terbang bagai balon udara. Walaupun sebagian dari mereka nggak sepenuhnya jujur. Tapi, atleast mereka berhasil. Dan cerdik.
Padahal, sebenarnya nilai test sama sekali nggak ngaruh buat masa depan. Nilai emang ngaruh buat kelanjutan sekolah lo ntar. Di mana universitas lo ntar. Tapi sama sekali nggak nentuin masa depan. Yang terpenting adalah, seberapa kuat diri lo buat survive.

Aku kasih tau, ya, quote dari pemilik Microsoft. Software yang kayaknya seluruh orang didunia udah pernah pake.

"'I failed in some subjects in exam, 

but my friend passed in all. 

Now he is an engineer in Microsoft 

and I am the owner of Microsoft."

SUMPAH ITU MOTIVASI BANGETLAH YA!!!!! *KECUP SAYANG BILL GATES*

"Pasti sekarang orang-orang mikir aku bodo banget.. Gimana kata bapak aku? Gimana kata temen aku? Gimana ini? Aku pengen mati aja (oke ini lebay-_-)," pikiran ini terkadang muncul dibarengi dengan perasaan merahbukan merah mudayang menimbulkan kekecewaan terhadap diri-sendiri dan perasaan malu, ketika kita dapet nilai jeblok di test kita. Apalagi kalo sesama kita dapet nilai yang rata-rata melambung jauh dari punyamu. Yes, I know what you feel, bro. I know what exactly it fucking feels like.

Sering orang kalo habis dapet nilai jelek bakal mikir 'gimana kata bapakibu aku, gimana ntar temen aku bilang dari aku, gimana prestise aku di depan guru-guru?' Gimana, gimana, gimana. Nggak ada apa-apa. Mereka baik-baik aja, kok. They're fine, don't ask how they are again.
Padahal, kalo dipikir-pikir, kita 'seharusnya' mikir 'gimana sekolah aku kalo nilai aku jelek gini?'. Coba pikir, kalo nilai elo jelek, lalu grafik rapot lo terjun payung, nggak naik kelas, nggak keterima PTN jalur undangan, dan lebih parahnya lagi nggak keterima PTN manapun! Gimana perasaan lo ntar? Gimana, gimana, gimana. Amit amit, dah.
Padahal, semua kehancuran elo cuma gara-gara satu hal doang.

Kemalasan.

Tapi, tenang. Nilai nggak nentuin masa depan, wahai kawan. Jadi, yaudahlah jangan stress stress banget. Tapi, kalo lo terus-terusan males. Sama aja. Hidup lo bakal gitu-gitu aja. Sama kayak angka warna merah di lembar jawab lo. Rendah.

Ah, betapa labilnya postingan ini. -_-

Trus maksudnya apa? Pertanyaan lagi. Kenapa, apa. Apa lagi? Siapa kapan, bagaimana. Persetan dengan pertanyaan.
Kata tanya yang sebenarnya diperlukan hanyalah kata, 'kenapa' dan 'bagaimana'. Nggak perlu pake semua kata dalam 5W + 1H. Dalam kasus ini.

"Kenapa nilai test aku bisa jelek banget?"
- karena elo malesan. Nggak belajar. Nggak fokus pas sekolah. Nggak punya motivasi. Nggak punya semangat. Nggak punya penyemangat. Nggak punya inisiatif. (inisiatif mencontek pas test, misalnya.) bla-bla-bla.
"Trus aku harus bagaimana?"
- dalam menjawab kata tanya bagaimana ini, lo harus udah ngejawab pertanyaan kenapa. Kenapa? (persetan dengan kenapa.) kerena lo harus tau sebabnya. Sebab mengapa lo gini, kenapa nilai lo jelek, kenapa lo malesan, kenapa lo nggak semangat, kenapa lo sering diphp(karena lo ketinggian ngarepnya!)

Contoh yang terakhir abaikan saja.

Barulah, elo tahu apa yang harus lo lakuin. Nggak usah kelamaan mikir. Langsung lakuin.
Kalo kata orang, sih, "Think less, live more."
Jangan kebanyakan mikir, hidup aja. Hidup disini maksudnya, lakuin. Kalo kata bu Heni, lakukan. Lakukan apa yang menurut lo yang terbaik yang harus lo lakukan. Nggak usah dipikir berat-berat. Hidup udah berat, jangan ditambah-tambahin. Nanti obesitas. Diet itu susah. Makanya jangan bikin elo harus diet karena kegendutan. Stop thinking, start acting. Lakukan sekarang. Lakuin hal yang bikin lo nggak gendut. Dan berhenti bikin tubuh lo gendut, sebelum elo harus diet. Karena diet itu sama aja nyiksa diri. Kegendutan juga bakal nyiksa diri elo ntar. Ingat, yang berlebihan itu nggak baik. Dan kadang menguranginya itu butuh perjuangan berat. Contohnya, diet.  Jadi begitulah analoginya(?) intinya cegah sebelum mengobati (?) cegah kemalesan dsb yang ngebikin elo menyesal.

Menyesal itu nggak enak. Seriusan. Sama kayak diet. Hidup cuma sekali. Jangan cuma lo isi dengan penyesalan. Let it be, ajalah. Jangan kelamaan nyesel, karena ntar lo bakal tambah nyesel karena waktu lo yang terkuras dalam lubang penyesalan. Intinya, cepetan move on nya. Jangan lama-lama. Ingat, hidup cuma sekali. Sebentar, lagi. Jadi jangan buang waktu lo dengan yang disebut di atas.

Contohnya, aku, walaupun nilai aku jelek. Aku masih santai. Dan cepet banget move on dari angka-angka sialan itu. Walaupun perasaan kecewa dsb juga masih ada, tapi yaudahlah. Aku tahu ini salah aku. Jadi, aku nggak menyalahkan keadaan. Atau apa yang orang nilai tentang kita. Atau soal yang aku dapetin pas test. Atau kehidupan high-school yang susah. Atau hidup yang terasa ribet dan njlimet. Tapi, aku nyalahin diri aku sendiri, lalu memaafkannya, dan try to be better-myself. Hidup nggak usah dipersusah. Kalo ada yang salah, langsung maafin, dan perbaiki.  Hidup cuma sekali, jangan diisi dengan dendam. (?)(?)(?) *absurd klimaks*

Aku nggak mikir dengan berat. Karena hidup biasa aja udah berat, apa lagi ditambah dengan penyikapan yang lebay. Udahlah, percuma juga kalo disesali, kalo emang udah terjadi. Nggak bisa diulang kan?

Trus gimana?
Gimana lagi, gimana lagi. Yaudah, REMIDI. Perbaiki. Udah. Ya mau gimana lagi? Nyesel? Nangis? HAH. Alay amat -_- Hidup cuma sekali, jadi, nikmati. Nikmatilah remidialmu.


Lihat lambang diatas quote itu? HA! LAMBANG AQUARIUS! Aquarians emang setrong. Jarang stress B)


Jadi, apa tujuan tulisan ini?

Selain buat ngisi waktu dalam menunggu, (Hidup cuma sekali, jangan habisin buat menunggu!) tulisan ini tujuannya juga buat hibur, motivasi, semangatin dan bela diri sendiri. HAHAHA. *tampang orang gila*

Jadi, sekian dan selamat. Selamat udah bisa strong enough untuk membaca tulisan absurd ini.

Intinya, hidup cuma sekali.

Jangan stress.

You are too blessed to be stressed.

No comments:

Post a Comment

copyright © . all rights reserved. designed by Color and Code

grid layout coding by helpblogger.com